Bersuka citalah Wargaku Dalam Menikmati Kemerdekaan ini

  • Admin Desa
  • Sep 02, 2022
LINGKUNGAN

Di balik dibacakanya teks Proklamasi, 17 Agustus 1945, ada keadaan dan kerja yang tak terhitung ragamnya: para pemuda dengan semangat berapi-api dan jantung berdebar mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk berani tidak patuh kepada penguasa Jepang; Bung Karno dan Bung Hatta yang dengan sabar tapi cemas mengikuti desakan itu—dan kemudian menyusun teks diatas secarik kertas bergaris-garis biru seperti buku anak sekolah yang di sana-sini penuh coretan; sejumlah orang yang tak disebut namanya yang mengawal kedua pemimpin itu kembali dari Rengasdengklok;Orang-orang menyiapkan bendera merah putih,tiang bambu,tali, pengeras suara, rekaman, upacara sederhana, dan berdoa.

Hari itu telah terbentuk sebuah negara. Kita mengenal namanya - Indonesia - dan dirayakannya dalam sebuah ritual yang disusun rapi setiap tahunya. -Tujuh belas Agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita. Setiap tahun, tanggal, dan jam itu - pukul 09.00 - teks Proklamasi dibacakan kembali.

Momen 77 tahun silam laksana patung pualam yang tak boleh lekang dan lapuk.

Di hari Jumat itu bendera Republik Indonesia berkibar untuk pertama kalinya. Kalaupun diturunkan lagi, itu harus melalui mayat dari tujuh puluh dua juta bangsa ini. Apapun yang terjadi tetap harus dijaga. "Sekali Merdeka Tetap Merdeka!”

Setelah pengibaran merah putih, malamnya, Sukarno didatangi lima orang opsir Kempeitai, mereka menyerobot masuk ke dalam kamar Bung Karno untuk

menyampaikan pesan Gunseikan tentang larangan keras untuk menyatakan kemerdekaan.

“Tapi Proklamasi itu sudah diucapkan. Baru saja kulakukan.” ucap Bung Karno.

Mereka muntab mendengar perkataan Sukarno, tanganya langsung naik ke pinggang dan melangkah maju mengancamnya, tetapi dengan selintas pandang ke sekeliling, para Kempeitai itu melihat ratusan pengawal berwajah garang membawa kampak, sabit,tombak,keris dan bambu runcing.Melihat semua itu orang -orang Jepang itu pergi tanpa bicara.

Dan semangat itulah yang diwariskan kepada rakyatnya termasuk warga Desa Putatgede Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal.

Pada hari ini Jum'at, 19 Agustus 2022 mereka (warga Desa Putatgede) mengenang dan merayakan kemerdekaan itu dengan ekspresi, imajinasi penuh suka cita meskipun dengan segala keterbatasan. Mereka rela menyisikan sebagian rezekinya untuk merayakan kemenangan itu, Mereka hanya bermodal semangat mengabdi untuk bangsanya; dalam kegembiraanya untuk memaknai kemerdekaan yang tidak terbatas oleh jenis kelamin, usia dan status sosial.

Mereka adalah warga desa yang tidak pernah surut semangatnya dalam mengisi kemerdekaan meski sering kali dikecewakan oleh perpolitikan.

Pernah ada lelucon pahit. Seseorang yang setelah 17 Agustus 1945 nasibnya tak jadi lebih baik, bahkan memburuk, bertanya: “Kapan merdeka selesai?” Jika kita lihat “merdeka” adalah sebuah laku, pertanyaan itu tak akan ada. Sebab laku itu—yang berlangsung dalam sejarah sebagai proses—tak punya titik yang tetap di depan untuk dituju. Titik itu, untuk jeda, harus tiap kali diputuskan kembali.